Senin, 15 November 2010

ATASI ASMA ANDA


SESAK yang sering dikeluhkan pengidap asma memang menjengkelkan. Apalagi jika kekambuhannya lebih dari 1 atau 2 kali dalam seminggu. Asma dapat mengganggu kinerja dan aktivitas seseorang sehingga terasa menjengkelkan bagi penderitanya. Penyakit ini bahkan dikatakan sebagai biang kerok utama atas ketidakhadiran di tempat kerja dan di sekolah. Selain mengganggu aktivitas, asma juga tidak dapat disembuhkan, bahkan dapat menimbulkan kematian. Namun bila penyakit ini dikendalikan, kematian dapat dicegah dan gejalanya pun tidak sering muncul. Untuk mengetahui bagaimana cara mengontrol penyakit asma, penderita perlu mengenal asma terlebih dahulu.

Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Pada penderita yang peka, hal ini akan menyebabkan munculnya serangan batuk, bunyi mengi, banyak dahak, sesak nafas, dan rasa tidak enak di dada terutama pada malam hari atau menjelang pagi. Belum diketahui secara pasti mengapa pada sebagian orang saluran nafasnya meradang dan pada sebagian lain normal. Tetapi kejadian tersebut biasanya ditemukan pada keluarga atopik (keluarga alergi) yang dapat mewariskan sifat alergi ini kepada turunannya.

Kelainan utama penyakit asma adalah peradangan saluran nafas, sehingga pengelolaannya bukan ditujukan untuk menghilangkan sesak nafas semata, tetapi juga berbagai tujuan berikut yaitu, agar penderita dapat melakukan latihan jasmani termasuk lari dan olah raga lain, mempunyai fungsi paru mendekati normal dan gejala asmanya menghilang atau minimal. Tujuan lain adalah agar serangan asma minimal, pemakaian obat untuk serangan sesak berkurang, dan tidak ditemukan efek samping obat.

Dalam panduan GINA (Global Initiative for Asthma) 2002 yang dibuat oleh National Heart, Lung and Blood Institute & World Health Organization (NHBLI/WHO), menyebutkan untuk mewujudkan tujuan tersebut, dokter maupun penderita asma dianjurkan untuk mempelajari, memahami, dan mengerjakan apa yang disebut “tujuh jurus ampuh untuk mengatasi penyakit asma”. Pertama, penyuluhan (edukasi) mengenai penyakit asma pada penderita asma dan keluarganya. Pepatah mengatakan, “tak kenal maka tak sayang”. Ibarat sepasang muda-mudi yang baru pertama berjumpa, tak kan mau menyayangi dan mengorbankan diri, sebelum mengenal lebih jauh pasangannya. Demikian pula dengan penderita asma. Pengenalan tentang seluk beluk asma, bagaimana pengobatan serta pencegahan yang benar, akan membuat penderita dan keluarganya mengerti sehingga termotivasi untuk berusaha kuat mengatasi penyakitnya. Karena itu edukasi menjadi faktor kunci dalam pengobatan asma.

Kedua, mengetahui obat-obat asma, baik kegunaan maupun efek sampingnya. Terdapat dua jenis obat asma yaitu, obat-obat kerja cepat untuk mengatasi dengan segera serangan sesak nafas (reliver), dan obat-obat pencegahan jangka lama, untuk mengatasi peradangan saluran nafas (preventer/controller). Yang termasuk obat reliver adalah obat-obat bronkodilator kerja cepat seperti, salbuterol Albuterol, metaproterenol, terbutaline, dan procaterol. Selain itu, obat golongan anti cholinergik, teofilin kerja cepat, suntikan adrenalin atau epinefrin juga dapat dijadikan pilihan.

Penelitian para ahli belakangan ini menyebutkan bahwa peradangan yang kronik dapat merubah struktur dinding saluran nafas, sehingga menyebabkan remodelling pada dinding saluran nafas. Karena itu, pengobatan pencegahan jangka lama sangat dianjurkan. Obat pencegahan jangka lama yang dapat dipakai adalah kortikosteroid, cromoglycate, nedcromil, agonis B2 kerja lama, teofilin lepas lambat, dan leukotrien. Dari semua jenis obat yang tersedia, pemakaian obat inhalasi lebih diutamakan mengingat efeknya yang cepat, dosis yang kecil dan efek samping yang minimal meskipun diberikan dalam jangka panjang.

Ketiga, mengobati atau mengelola penyakit asma. Pengobatan tidak hanya dilakukan ketika serangan asma sedang berlangsung, tetapi juga saat tidak dalam serangan. Pengelolaan asma saat tidak dalam serangan dilakukan melalui pengobatan pencegahan dan latihan olah raga terpimpin. Penderita asma dengan tipe intermiten (sangat ringan) yang kekambuhannya dalam 1 minggu kurang dari 1 atau 2 kali, tidak memerlukan pengobatan pencegahan. Namun, penderita asma dengan tipe persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat, harus mendapatkan terapi pencegahan secara bertahap disesuaikan dengan klasifikasinya.

Untuk memudahkan penanganan, penderita yang sedang mengalami serangan asma, dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu penderita dengan serangan asma ringan, serangan sedang dan serangan berat. Salah satu tanda untuk melihat pembagian berat ringannya serangan adalah dengan melihat cara berbicara. Bila ketika berbicara penderita masih dapat menyelesaikan kalimat, klasifikasi yang diberikan adalah serangan asma ringan. Saat penderita berbicara dengan suara terputus-putus, maka penderita digolongkan dalam serangan asma sedang. Tetapi jika penderita sudah mengalami kesulitan bicara karena sesak, penderita masuk dalam kelompok serangan asma berat. Penderita yang mengalami serangan ringan dapat diobati sendiri di rumah. Namun penderita yang mendapatkan serangan sedang dan berat harus ditangani di rumah sakit.

Keempat, mempelajari dan memahami faktor-faktor pencetus serangan asma (allergen), dan mengetahui cara mengendalikannya. Faktor-faktor pencetus ini dapat berbeda antara penderita yang satu dengan lainnya. Faktor-faktor yang sering dikatakan sebagai pemicu di antaranya adalah faktor alergen, emosi atau stres, infeksi, zat makanan, zat kimia, faktor fisik seperti perubahan cuaca, kegiatan jasmani, dan obat-obatan. Kerja faktor pencetus ini pun berbeda, ada faktor pencetus yang bisa mengakibatkan penyempitan saluran nafas (bronchospasme), seperti emosi, udara dingin, latihan, dan lain-lain. Ada pula faktor pencetus yang terutama menyebabkan peradangan seperti infeksi saluran pernafasan akut, alergen, zat kimia, dan asap rokok. Sebagian besar serangan asma dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pencetus tersebut. Penderita yang gemar menghindar atau merubah perilaku untuk menjauhi factor pemicu, akan dengan mudah mencapai tujuan pengobatan asma. Sebaliknya, penderita yang “cuek” tak pernah berpantang dengan faktor pemicu akan sulit memperoleh kemajuan dalam pengobatan.

Kelima, membuat rencana emergensi (Action Plan). Action plan terutama diperlukan ketika serangan asma akan kambuh, dan penderita membutuhkan pertolongan secepatnya. Penanganan dengan cepat dan tepat dapat dilakukan bila penderita dan keluarganya membuat rencana emergensi secara tertulis bersama dokter, dan mengetahui kapan penyakit asmanya mulai tidak terkendali. Namun, bila penderita tidak mempunyai action plan, pengelolaan yang diberikan akan memakan waktu lebih lama, bahkan dapat terjadi underdiagnosa atau overdiagnosa sehingga merugikan penderita. Tidak terkendalinya asma mulai tampak manakala penderita dan keluarganya menemukan keadaan-keadaan sebagai berikut : gejala asma semakin bertambah, pemakaian obat bronkodilator kian sering, gejala asmanya tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan bronkodilator, dan bila mempunyai alat Peak flow meter, alat tersebut akan menunjukan penurunan arus puncak ekspirasi (APE) serta kenaikan variability. Sewaktu keadaan-keadaan tersebut muncul, tindakan harus segera diambil agar penyakit kembali terkendali.

Keenam, rehabilitasi dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olah raga atau latihan jasmani terpimpin. Penderita asma sering mengalami sesak sehingga sebagian otot-otot pernafasan kerap digunakan, sementara sebagian otot yang lain tidak. Otot-otot pernafasan yang banyak digunakan akan membesar dan yang jarang digunakan akan melemah. Akibatnya, efisiensi dan koordinasi pernafasan menjadi kurang baik, fungsi paru serta pertahanan paru pun menurun. Selain itu penderita asma juga terkadang mengalami keterbatasan fisik atau membatasi pekerjaan fisik karena takut sesak, sehingga kebugaran jasmaninya berkurang. Dengan melakukan latihan jasmani secara teratur yang terpimpin, otot pernafasan akan kembali berfungsi normal, kenaikan kapasitas vital paru meningkat dan kebugaran jasmani pun menjadi lebih baik.

Ketujuh, memonitor dan mengikuti perkembangan (follow up) penyakit penderita asma secara teratur. Hingga kini penyakit asma belum dapat disembuhkan, dan gejala asmanya sering bervariasi. Karena itu pengobatan harus dilakukan seumur hidup dan dimonitor serta diiikuti perkembangannya terus menerus. Hal ini diperlukan untuk melihat cocok tidaknya obat yang diberikan dalam mengendalikan asma. Dokter akan mengevaluasi apakah obat perlu ditambah, dikurangi atau dihentikan. Bila keadaan dan kebugaran jasmani penderita memang telah membaik, pengobatan dapat dihentikan.

Mengingat keadaan sosial ekonomi di Indonesia yang cukup beragam, para dokter diharapkan dapat mengadaptasi pengelolaan asma sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tetapi yang terpenting prinsip dasar pengobatan harus tetap sama. Penderita dianjurkan agar proaktif dan semangat dalam mengatasi penyakitnya, serta tetap bekerjasama dengan dokter agar tujuan pengobatan asma dapat terwujud. Satu hal yang perlu diingat oleh penderita asma demi tercapainya tujuan tersebut, jangan biarkan asma mengendalikan Anda, tetapi Anda yang harus mengendalikan asma.

4 cara gampang usir migrain


ISTILAH migrain pertama kali disebutkan dalam tulisan kesehatan medis Mesir kuno sekitar 1500 hingga 3000 sebelum masehi. Dan sepanjang beberapa abad, migrain tetap menjadi salah satu gangguan kesehatan yang paling umum dijumpai namun paling sedikit dipahami.

Migrain disebabkan oleh ketidaknormalan kimia otak. Migrian tidak disebabkan oleh gangguan kejiwaan, bukan gejala hypochondria (penyakit sedih tanpa sebab) dan bukan juga akibat kesalahan penderita. Migrain merupakan penyakit neurologis kronis yang sudah ada sejak lahir dan pada sebagian besar kasus diturunkan dari salah satu atau kedua orangtua.

Studi-studi menunjukkan, antara 70 dan 80 persen pasien migrain mempunyai sejarah keluarga penderita migrain. Karena itu, sebagai kondisi genetik, migrain tidak bisa disembuhkan. Tapi, efeknya bisa diminimalkan.

Pemicu
Hampir semua penderita migrain mempunyai gejala yang berbeda. Karena itu, sangat sulit membandingkan migrain satu orang dengan migrain Anda. Dan pemicu migrain Anda kemungkinan besar berbeda dengan orang lain.

Karena setiap migrain itu berbeda, ada baiknya mengontrol migrain dengan cara mengenali dan menghindari pemicu serangan. Pemicunya bisa bervariasi, mulai dari segelas anggur merah, perubahan cuaca hingga kurang tidur atau aroma parfum yang kuat.

Pemicu ini tidak hanya mengganggu otak tetapi menyebabkan otak lepas kontrol. Akibatnya, otak memproduksi reaksi biokimia berantai yang kemungkinan memicu sejumlah gejala.

Apa yang bisa membantu meminimalkan gejala? Berikut beberapa cara yang bisa menjadi pilihan Anda:

Kopi
Kafein merupakan obat paling murah dan paling mudah mengatasi migrain. Kafein mengerutkan pembuluh darah sehingga bisa mengurangi rasa sakit. Jika Anda merasa migrain akan menyerang, cobalah minum segelas atau dua gelas kopi hitam atau minuman ringan yang mengandung kafein. Cara sederhana ini dilaporkan efektif oleh banyak pengguna. Kopi bisa sangat efektif sehingga banyak obat migrain yang dijual di apotek menggunakan kafein sebagai bahan dasar.

Pijat
Otot-otot yang tegang atau kejang merupakan pemicu migrain pada sebagian besar orang. Jika duduk di depan komputer sepanjang hari, kemungkinan leher, punggung atau bahu Anda akan kejang. Selain itu, Anda kemungkinan memiliki muka atau otot-otot kulit kepala yang tegang akibat menggertakkan gigi (khususnya di tengah malam), sehingga Anda terbangun dengan migrain.

Jika migrain Anda selalu ditemani dengan otot-otot kejang, cobalah melakukan pijat. Terapi pijat bisa membantu dengan cara melemaskan otot-otot kejang dan merilekskan Anda.

Sebuah studi besar, seperti dikutip situs dailymail.co.uk, menemukan, pijat teratur dua kali seminggu mengurangi kejadian migrain hingga 50 persen.

Yoga
Bintang Desperate Housewives Marcia Cross menggunakan yoga untuk membantunya mengatasi migrain. Metode tersebut didukung oleh studi baru-baru ini dari India. Studi tersebut menemukan, penderita migrain yang memadukan yoga dengan obat-obatan dan teknik relaksasi lainnya mengalami penurunan frekuensi serta tingkat rasa sakit migrain. Selain itu, partisipan mengalami pengurangan depresi dan kecemasan.

Partisipan dari kelompok pengontrol (yang tidak melakukan yoga) diminta konsentrasi menghindari pemicu migraine, mengubah pola diet serta gaya hidup. Namun, partisipan ini tidak menunjukkan gejala perbaikan, bahkan ada yang bertambah parah.

Magnesium
Magnesium merupakan mineral yang sangat baik untuk migrain. Meskipun tidak bisa membantu semua orang, menggunakan suplemen magnesium harian bisa membantu mencegah migrain. Studi-studi telah menunjukkan bahwa suplemen magnesium bisa membantu mengatasi migrain, termasuk mengurangi migrain saat menstruasi.

Bagaimana cara kerja magnesium? Mineral ini sangat penting dalam sejumlah fungsi tubuh, termasuk jantung, tulang dan otot. Magnesium mengatur cara kerja pembuluh darah, mengurangi rasa sakit dan menenangkan sistem saraf, sehingga bisa membantu migrain.

Selain itu, magnesium juga menurunkan stres dengan bekerja pada sistem saraf simpatik dan mengatur kadar gula darah, dua pemicu migran paling umum. Di samping itu, magneisum juga diyakini memengaruhi produksi dan pengaturan serotonin. Untuk mengurangi migrain, Anda dianjurkan mengonsumsi 400 mg magneisum sehari selama dua bulan. Tapi, ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter Anda. (IK/OL-08)

Rabu, 02 Juni 2010

Ketuban Pecah Dini

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.


Gambar 1. Ketuban Pecah


Penyebab

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis


Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim

Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.

Komplikasi KPD

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.




Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar

Penanganan Ketuban Pecah di Rumah

1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri

Terapi

Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit. Dokter kandungan akan mendiskusikan rencana terapi yang akan dilakukan, dan hal tersebut tergantung dari berapa usia kehamilan dan tanda-tanda infeksi yang terjadi. Risiko kelahiran bayi prematur adalah risiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan diambil.

Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah apabila kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi maka semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan sebenarnya belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian oksitosin (perangsang kontraksi) dalam 6 hingga 24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika memang sudah masuk tanggal persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk memberi induksi pada ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi.

Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan) menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru janin sudah matang atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi untuk melahirkan mungkin diperlukan.

Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan kontroversi dalam KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak adanya risiko peningkatan terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna untuk mematangkan paru janin, mengurangi risiko sindrom distress pernapasan pada janin, serta perdarahan pada otak.

Penggunaan antibiotik pada kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama adalah penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah kejadian KPD preterm. Dan yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD dapat disebabkan oleh infeksi dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi. Keuntungan didapatkan pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan antibiotik yaitu, proses kelahiran diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya kejadian korioamnionitis serta sepsis neonatal (infeksi pada bayi baru lahir).

Pencegahan

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga dianjurkan.

Selasa, 01 Juni 2010

Perdarahan Antepartum

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).

Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.

Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).

Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).

Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.

Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri).

Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.

Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta previa.

Maternal tingkat kematian yang sekunder ke plasenta previa kira-kira 0.03%. Bayi wanita-wanita sudah takdir dengan plasenta previa [tuju/ cenderung] untuk menimbang kurang dari bayi wanita-wanita sudah takdir tanpa plasenta previa. Resiko neonatal [dapat mati/angka kematian] adalah yang lebih tinggi untuk plasenta previa bayi (me)lawan kehamilan tanpa plasenta previa.

Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.

Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).

Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

II.1. Definisi

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998).

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.

Perdarahan antepartum dapat berasal dari :

a. Kelainan plasenta

1. Plasenta previa

Definisi

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.

2. Solusio plasenta (Abruptio Placenta)

Definisi

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga.


3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.


























b. Bukan dari kelainan plasenta

Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan yang tampak ialah :

- erosio portionis uteri

- carcinoma portionis uteri

- polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.

Disini penulis hanya akan membahas perdarahan antepartum yang bersumber dari kelainan plasenta yaitu tentang plasenta previa dan solusio plasenta dan pemeriksaan penunjang ultrasonography untuk mendukung diagnosa. Perlu diketahui kematian perinatal terbesar karena perdarahan antepartum adalah solutio plasenta (70%) dan
plasenta previa (26,3%).















A. Placenta Normal

B. Placenta Previa

C. Placenta Akreta

D. Solusio Plasenta

II.2. Klasifikasi

Klasifikasi Plasenta Previa

Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :

· Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


















· Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


















· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan


















· Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir . Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Klasifikasi Solusio Plasenta

· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya

· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas

· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.

· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.

· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.






Secara klinis berdasarkan derajat terlepasnya plasenta dan tanda klinik yang menyertainya, solusio plasenta dibagi :

· Solusio plasenta ringan

· Solusio plasenta sedang

· Solusio plasenta berat

II.3. Etiologi

1. Plasenta Previa

Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teari dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.

1. Endometrium yang inferior

2. Chorion leave yang persisten

3. Korpus luteum yang bereaksi lambat

Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah Vili Khorialis persisten pada desidua kapsularis.

Faktor-faktor Etiologi :

1. Umur dan Paritas

· Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun

· Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah

Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).

2. Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda

3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta.

4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

5. Kehamilan janin kembar,.

6. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium

7. Kadang-kadang pada malnutrisi.

8. Riwayat perokok.

2. Solusio Plasenta

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:

Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, Spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :

1. Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulo nefritis kronika, dan hipertensi esensial.

Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.

2. Faktor trauma:

- Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli

- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.

3. Faktor paritas.

Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi.

4. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.

5. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

II.4. Diagnosis dan Gejala Klinis

Plasenta Previa

1. Anamnesis

- Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)

- Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang

2. Inspeksi/inspekulo

- Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)

- Tampak anemis

3. Palpasi abdomen

- Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah

- Sering dijumpai kesalahan letak janin

- Bagian terbawah janin belum turun

4. Pemeriksaan USG

- Evaluasi letak dan posisi plasenta.

- Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.

- Transabdominal ultrasonography

Suatu metode yang sederhana, akurat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta, teknik ini memiliki keakuratan hingga 93-98%. Pembiasan hasil dan positif palsu dapat terjadi pada kontraksi fokal uterus atau distensi vesika urinaria.

- Transvaginal ultrasonography

Studi terbaru menunjukkan bahwa metode transvaginal ultrasonografi lebih akurat dan aman dibanding metode transabdominal ultrasonografi. Suaru penelitian studi, 26% pasien telah yang didiagnosa dengan plasenta previa oleh metode transabdominal ultrasonografi dinyatakan salah setelah dicek ulang dengan transvaginal ultrasonografi.

Sudut antara probe transvaginal dan saluran cerviks diatur sedemikian rupa sehingga probe tidak sampai masuk ke dalam servik. Beberapa ahli menyatakan probe dimasukkan tidak lebih dari 3 cm untuk memberikan gambaran yang baik dari plasenta.

- Transperineal ultrasonography.

Transperineal ultrasonography merupakan metode alternatif. Terutama pada kasus-kasus kontraindikasi pemasukkan probe ke dalam kanal vagina. Tetapi pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi dan efisiensinnya.

- Magnetic resonance imaging (MRI.

MRI tetap merupakan cara yang aman dan paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk menentukan visualisasi plasenta akreta.

Solusio Plasenta

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan karakter.

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :

1. Anamnesis

· Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

· Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).

· Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

· Pucat, sianosis, keringat dingin.

· Kelihatan darah keluar pervaginam.

3. Palpasi

· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.

· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.

· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini.

Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.

Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan laboratorium

· Urin

albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

· Darah

Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).

9. Pemeriksaan plasenta

· Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

II.5 Penatalaksanaan

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam dirumah penderita atau ditempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malah akan menambah perdarahan karena sentuhan pada servik waktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam shock, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih memudahkan transfusi darah, bila sewaktu-waktu diperlukan.

Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera diberikan walaupun perdarahanya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan kecocokan dengan donornya harus segera dilakukan.

Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan.

Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas. Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan calon donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih, bagian bawah janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita preeklampsia.

Penanganan Plasenta Previa

1. Penanganan Pasif

· Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rektal maupun vaginal.

· Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37 minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.

· Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.

· Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfusi darah.

· Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah darah

2. Cara persalinan

Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :

· Jenis plasenta previa

· Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang

· Keadaan umum ibu hamil

· Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal

· Pembukaan jalan lahir

· Paritas atau jumlah anak hidup

Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan yaitu:

· Persalinan pervaginam

1. Amniotomi

Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam.

Indikasi :

- Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada pembukaan

- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih

- Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.

2. Memasang Cunam Willet Gausz

cara :

- kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gausz

- cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol.

- Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti

3. Versi Braxton-Hicks

Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol dan diberi beban 50-100 gram (1 batu bata)

4. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz

Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan yang banyak.Menembus plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa totalis

5. Metreurynter

Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai lagi.

· Persalinan perabdominal dengan SC

Indikasi :

a. Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal

b. Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.

c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.

d. plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang

Penanganan Solusio Plasenta

1. Terapi konservatif (ekspektatif)

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu/mengawasi kita berikan:

− Suntikan morfin subkutan

− Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.

− Tranfusi darah.

Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.

Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.

Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.

2. Terapi aktif

Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif dan obstetrik.

Langkah-langkah:

a. Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.

Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:

• Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.

• Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarahan yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau dibiarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterin dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.

b. Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.

c. Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embriotomi.

d. Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:

− Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.

− Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil.

− Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.

e. Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah tau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.

f. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.

g. Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.

II.6. Komplikasi

Plasenta Previa

1. Prolaps tali pusat

2. Prolaps plasenta

3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kuretase

4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan

5. Perdarahan post partum

6. Infeksi karena perdarahan yang banyak

7. Bayi prematur atau lahir mati

Solusio Plasenta

a. Langsung (immediate)

− Perdarahan

− Infeksi

− Emboli dan syok obstetrik

b. Komplikasi tidak langsung (delayed)

− Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum.

− a/hipofibrinogenemia dengan perdarahan post partum

− Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia

− kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain

II.7. Prognosis

Plasenta previa

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.

Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan.kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan atau tindakan.

Solusio Plasenta

· Terhadap ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.

· Terhadap anak

Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.

· Terhadap kehamilan berikutnya

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.

KESIMPULAN

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.

2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.

3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.



DAFTAR PUSTAKA

1. Mauldin. 1994. Maternal Mortality in Developing Countries a Comparison of rates from Two International Compendia, Population and Development Reviews. Jakarta ; Medika. 20(2): 413-421

2. Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269-287. Jakarta ; EGC.

3. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-YBPSP.

4. Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum, Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.

5. Sarwono Prawirohardjo. 2002. Perdarahan Antepartum, Ultrasonografi dalam obstetri, Ilmu kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.

6. Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition. USA: McGraw-Hill. 2001.

7. Patrick Ko, MD. 2005. Placenta Previa. E-medicine world medical library. www.emedicine.com

8. Shad H Deering, MD. 2005. Abruption Placenta. E-medicine world medical library. www.emedicine.com

perbedaan placenta previa & solusio plasenta pada PERDARAHAN ANTEPARTUM

I. Definisi
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih
II. Klasifikasi
Klasifikasi penyebab perdarahan antepartum antara lain yaitu :
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)
III. Perbedaan antara solutio plasenta dan plasenta previa
a).Ciri-ciri plasenta previa :
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
b).Ciri-ciri solusio plasenta :
1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
12. Tidak berhubungan dengan presentasi
IV. Pengelolaan
a). plasenta previa
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.
ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dgn rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 mnt)
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik untuk mengatasi anemia dan tokolitik
- Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.
Indikasi persalinan pervaginam
-plasenta previa marginalis
-plasenta previa letak rendah
-plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm/lebih.
Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar
Indikasi melakukan seksio sesar :
- Plasenta previa totalis
- plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4>
- Perdarahan banyak tanpa henti.
- Presentase abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin
b).solutio plasenta
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirujuk ke spesialis karena memerlukan monitoring yang lengkap baik dalam kehamilan maupun persalinan
1.Bila umur kehamilan <37 solusio plasenta ringan,terapi konservatif
2.Bila umur kehamilan <37 solusio plasenta sedang dan berat/ringan yg memburuk,persalinan pervaginam bila persalinan diperkirakan <6 jam
3.Bila umur kehamilan >37 minggu/TBF 2500 g seksio sesar diindikasikan jika persalinan pervagina diperkirakan berlangsung lama baik pada solusio plasenta ringan, sedang maupun berat.
4.Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi darah atau resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum tindakan obstetri. Ketuban dapat segera dipecah tanpa memperdulikan apakah persalinan pervagina atau perabdominal untuk mengurangi regangan uterus



A. Placenta Normal

B. Placenta Previa

C. Placenta Akreta

D. Solusio Plasenta

KESIMPULAN

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.

2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.

3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.

Sabtu, 29 Mei 2010

Kelainan Bentuk dan Bobot Plasenta.


Bentuk plasenta yang normal ialah ceper dan bulat, dengan diameter 15 - 20 cm dan tebal 1,5 — 3 cm, berat kurang lebih 500 gram. Kadang-kadang ditemukan plasenta yang kecil pada wanita dengan tekanan darah diastolik 100 mm Hg seperti pada preeklampsia berat.

Plasenta yang besar dan berat ditemukan pada erythroblastosis foetalis dan sifilis sehingga perbandingan dengan bayi jadi 1 : 3. Di samping bentuk yang normal kita dapat menemukan berbagai variasi, misalnya plasenta terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh selaput ketuban dan disebut plasenta bipartita, bilobata atau plasenta dupleks. Bila di samping plasenta yang besar ditemukan pula plasenta kecil disebut plasenta suksenturiata. Antara keduanya dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah. Plasenta tambahan ini mungkin dapat tertinggal pada pelepasan plasenta dan menyebabkan perdarahan. Kita dapat menyangka adanya plasenta suksenturiata dengan memeriksa selaput janin. Bila terdapat lubang pada selaput janin dekat plasenta dan pada pinggir lubang tersebut ditemukan pembuluh-pembuluh darah yang terkoyak kita harus curiga akan adanya plasenta tambahan. Bila antara kedua plasenta tidak ditemukan pembuluh darah disebut plasenta spuria. Kelainan bentuk lain ialah plasenta membranasea, di mana plasenta itu tipis dan lebar, kadang-kadang menutupi seluruh ruangan kavum uteri.

Plasenta membranasea dapat menyebabkan perdarahan antepartum dan member kesulitan pada kala III karena plasenta itu tipis dan sukar terlepas. Plasenta sirkumualata adalah plasenta yang pada permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua. Jadi bukan villus pancang. Diduga bahwa chorion frondosum terlalu kecil dan untuk mencukupi kebutuhan, villi menyerbu ke dalam desidua di luar permukaan frondosuin, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi. Insidensinya lebih kurang 2 - 18%. Beberapa ahli mengatakan bahwa plasenta sirkumvalata sering menyebabkan abortus dan solutio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, disebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta ekstrakorial. Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi dari selaput sehingga plasenta lahir telanjang. Tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi. Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakkan setelah plasenta lahir, tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea.

Kelainan implantasi

Plasenta biasanya melekat pada dinding belakang atau depan rahim dekat fundus. / Jonjot-jonjot menyerbu ke dalam dinding rahim hanya sampai lapisan atas dari stratum spongiosum. Kalau implantasinya rendah, yaitu di segmen bawah rahim dan menutup sebagian atau seluruh ostium internum maka disebut sebagai plasenta previa (prae=depan, vias=jalan), jadi artinya di depan jalan lahir atau menutup jalan lahir. Kalau jonjot-jonjot tersebut menyerbu ke dalam dinding rahim lebih dari batas, maka disebut plasenta ukreta. Menurut dalamnya penetrasi dinding rahim, plasenta akreta dibagi dalam: Plasenta akreta, jonjot menembus desidua sampai berhubungan dengan miometnum; Plasenta inkreta, jonjot sampai ke dalam lapisan miometrium; flasenta perkreta, jonjot-jonjot menembus miometrium sehingga mencapai perimetrium. Plasenta akreta ada yang komplit di mana seluruh permukaan plasenta melekat dengan erat kepada dinding rahim dan ada juga yang persial, di mana perlekatan hanya terjadi di beberapa tempat saja.

Plasenta akreta dapat menimbulkan penyulit pada kala III, karena sukar dilepaskan dan waktu melakukan tindakan pelepasan secara manual harus hati-hati, karena dapat. menyebabkan perforasi.Yaitu penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas.
Ditemukan pada wanita hamil dan teratoma dari ovarium.
Terbagi menjadi : - Gestational Trophoblastic Disease
- Non Gestational Trophoblastic Disease
Pada hakekatnya merupakan kegagalan fungsi reproduksi.
Disini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut

MOLA HIDATIDOSA
Etiologi
Teori infeksi, defisisensi makanan, terutama protein tinggi, teori kebangsaan, dan teori consanguinity.
Teori yang paling cocok adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein.

Patogenesis
1. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Menurut Reynolds, kematian disebabkan kekurangan gizi berupa asam folik dan
histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21, menyebabkan gangguan angiogenesis.
2. Teori Neoplasma, dari Park
Sel-sel trophoblas yang abnormal mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung,
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.


Klasifikasi
1. Penyakit trofoblas jinak :
a. mola hidatidosa.
b. mola hidatidosa parsial.
2. Penyakit trofoblas ganas :
a. koriokarsinoma villosum
b. koriokarsinoma non villosum
c. koriokarsinoma klinis.

Diagnosis mola hidatidosa dan koriokarsinoma villosum/non villosum dibuat berdasarkan pemeriksaan histopatologi, sedangkan koriokarsinoma klinis berdasarkan kenaikan kadar HCG dan adanya metastasis.

Menuru Soetomo Tjokronegoro 1961, klasifikasi yang dianjurkan :
1. Histopathological entities :
a. complete hydatidiform mole
b. partial hydatidiform mole
c. invasive mole
d. gestational chorio carcinoma
e. placental site trophoblastic tumour.

2. Clinical terms :
a. gestational trophoblastic disease : mola hidatidosa, invasive mole, chorio
carcinoma dan placental site trophoblastic tumour.
b. gestational trophoblastic tumour
adanya keganasan dibuktikan secara klinik, peninggian kadar HCG,
tanpa gambaran PA.

Epidemiologi
Banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico.
Insiden di Indonesia, Mola hidatidosa 1 : 50 sampai 1 : 141
Koriokarsinoma 1 : 297 sampai 1 : 1035
Mola parsialis 1 : 10000 sampai 1 : 100000.


Faktor resiko
Golongan sosio ekonomi rendah, umur dibawah 20 tahun dan diatas 34 tahun serta paritas yang tinggi.

Mola hidatidosa.
Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh viili korialis mengalami perubahan hidropik.
Secara makroskopik yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter.
Gambaran histopatologik yang khas : edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas.
Gambaran sitogenetik berupa xx 46.

Mola parsial
Secara makroskopik, tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama, tetapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm.
Histopatologik tampak villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal.
Umumnya mempunyai kariotipe triploid.
Jarang menjadi ganas.

Gejal-gejala
Mual, enek , pusing dan lain-lain yang lebih hebat.
Uterus lebih besar dari umur kehamilan.
Perdarahan pervaginam, terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh, rata-rata 12-14 minggu, bersifat intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
Anemia.
Bisa disertai preeklampsia (eklampsia), terjadi lebih muda dari kehamilan biasa.
Bisa terjadi tirotoksikosis, emboli sel trofoblas ke paru-paru.

Diagnosis
Amenorea, perdarahan pervaginam, uterus lebih besar dari tuanya kehamilan, tidak ditemukan tanda kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti.
Peninggian HCG terutama setelah hari ke 100.
Pemeriksaan foto abdomen, biopsi transplasental.
Pemeriksaan sonde uterus yang diputar, anjuran Wiknjosastro.
USG : gambaran berupa badai salju (snow flake pattern)
Diagnosis yang paling tepat : terlihatnya gelembung mola.

Terapi
1. Perbaikan keadaan umum
Transfusi darah untuk mengatasi anemia, obati preeklampsia dan tirotoksikosis.
2. Pengeluaran jaringan mola
a. Vakum kuretase
b. Histerektomi : pada wanita cukup umur dan cukup anak.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika.
4. Pemeriksaan tindak lanjut.
Lama pengawasa berkisar antara satu atau dua tahun
Penderita dinyatakan sehat bila HCG dua kali berturut-turut normal, atau bila sudah
melahirkan anak yang normal.
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar
HCG dan radiologik.

Prognosis
Kematian karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis.
Angka kematian 2,2 – 5,7%.
Persentase keganasan 5,56 %.
Terjadinya proses keganasan bias berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi paling banyak pada 6 bulan pertama.
Kemampuan reproduksi pasca mola, tidak banyak berbeda dari kehamilan lainnya.
Anak-anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa ternyata umumnya normal.

Koriokarsinoma villosum = invasive mole
Penyakit ini termasuk ganas, tetapi derajat keganasannya lebih rendah.
Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar.
Sel-sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium, kemudian mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal.
Jarang disertai metastasis.
Invasive mole selalu berasal dari mola hidatidosa.
Nama lain adalah mola destruens.


Diagnosis
Tidak selalu mudah.
Pada sediaan histerektomi tampak gelembung mola di dalam lapisan otot miometrium.
Diagnosis pasti secara histopatologik.

Terapi
Pengobatan dengan sitostatika : methotrexate, dapat menyebabkan kesembuhan total.
Bila ada tanda perdarahan abdomen, angkat uterus dengan kedua adneksa ditinggalkan.
Dianjurkan histerektomi bersifat selektif, terutama pada wanita muda. Bila mungkin, lakukan reseksi parsial, dan dilanjutkan sitostatika.


Koriokarsinoma non villosum = koriokarsinoma
Merupakan jenis yang terganas, dapat menyebabkan metastase ke organ-organ lain seperti paru-paru, vulva, vagina , hepar dan otak.
Bila tidak diobati, biasanya pasien meninggal dalam satu tahun.
Sifat-sifat kanker ini :
1. mempunyai periode laten yang dapat diukur.
2. sering menyerang wanita muda.
3. dapat sembuh secara tuntas , dengan sitostastik.
4. dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.

Diagnosis
Bila setelah akhir suatu kehamilan, terjadi perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda-tanda subinvolusi.
Menurut Acosta Sison : HBEs
H : Having expelled a product of conception
B : Bleeding
Es: Enlargement and softeness of the uterus.
Disertai kenaikan HCG dan adanya metastasis
Diagnosis pasti : histopatologik.

Koriokarsinoma klinik
Ditegakkan berdasarkan tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.
Ada yang menganggap ganas, bila dua mingu setelah mola hidatidosa, kadar HCG tetap tinggi, atau 6 minggu setelah mola hidatidosa, rekasi Galli Manini tanpa pengenceran masih positif.
HCG dikatakan normal bila sudah dibawah 10 mIU/ml.

Nama lain : Persistent Trophoblastic Disease
Malignant Trophoblastic Disease with or without metastasis.

Berdasarkan jauhnya metastase, terbagi :
Stadium I : terbatas pada uterus.
Stadium II : metastasis ke parametrium, serviks dan vagina.
Stadium III : metastasis ke paru-paru.
Stadium IV : metastasis ke organ lain, seperti usus, hepar dan otak.
Metastasis umumnya hematogen, limfogen dan perkontinuatum.


Terapi
Menggunakan sitostatik :
methotrexate, actinomycin D, adriamycin, chlorambucil, vincristin,ectoposide.

Pengobatan terbagi dua :
1. Good prognosis
bila periode laten kurang dari 4 bulan, kadar HCG waktu masuk kurang dari
100.000 mIU/ml dan metastasis hanya sampai paru-paru.
Terapi tunggal dengan methotrexate, 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut,
Berhenti satu minggu, kemudian diulangi lagi sampai kadar HCG mencapai
Normal 3 kali berturut-turut.

2. Poor prognosis
kriteris selebihnya, selain yang termasuk di good prognosis.
Terapi kombinasi, gunakan leucovorin untuk atasi efek samping.
Digunakan methotrexate, actinomycin D dan chorambucil.
Interval paling sedikit 2 minggu.

Dapat dilakukan histerektomi, dengan dilanjutkan sitostatika pad kasus dengan pendarahan yang hebat atau uterus yang besar.

Prognosis.
Dengan pengawasan yang ketat dan pengobatan yang adekuat, derajat kesembuhan 100%, kecuali stadium IV ( di Negara maju).
Angka kematian di negara berkembang tahun 1985 : 18,5%
Bila seorang telah sembuh dari koriokarsinoma, kemudian hamil, maka hasil kehamilannya tidak akan terpengaruh oleh pemberian sitostatik sebelumnya.



PENYAKIT SERTA KELAINAN PADA PLASENTA.

Kelainan bentuk dan bobot plasenta.

Bentuk plasenta normal : ceper dan bulat, dengan diameter 15-20 cm dan tebal 1,5-3 cm, berat kurang lebih 500 gram.

Plasenta yang besar dan berat ditemukan pada erythroblastosis foetalis dan sifilis.
Variasi bentuk plasenta : plasenta bipartita, bilobata atau plasenta dupleks.

Bila disamping plasenta besar ditemukan pula plasenta kecil disebut plasenta suksenturiata.
Bila terdapat lubang pada selaput janin dekat plasenta dan pada pinggir lubang tersebut ditemukan pembuluh-pembuluh darah yang terkoyak, kita harus curiga akan adanya plasenta tambahan. Bila antara kedua plasenta tidak ditemukan pembuluh darah disebut plasenta spuria.
Plasenta membranasea, dimana plasenta tipis dan lebar, kadang-kadang menutupi seluruh ruangan kavum uteri.

Plasenta sirkumvalata adalah plasenta yang pada permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua.
Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, disebut plasenta marginata. Keduanya disebut plasenta ekstrakorial.

Kelainan implantasi.
Plasenta biasanya melekat pada dinding belakang atau depan rahim dekat fundus. Jonjot-jonjot menyerbu ke dalam dinding rahim hanya sampai lapisan atas dari stratum spongiosum.

Kalau implantasinya rendah, yaiut di segmen bawah rahim, disebut plasenta previa.
Plasenta akreta, kalau jonjot-jonjot menyerbu ke dalam rahim lebih dari batas.
Plasenta akreta, jonjot menembus desidua sampai berhubungan dengan miometrium.
Plasenta inkreta, jonjot sampai ke dalam lapisan endometrium.
Plasenta perkreta, jonjot menembus miometrium sehingga mencapai perimetrium.

Penyakit-penyakit pada plasenta.

Infark plasenta, adalah bagian-bagian yang berwarna keputihan, noduler dank eras yang terletak baik pada permukaan fetal, maternal atau kedua-duanya.
Terjadi karena periarteritis atau endarteritis pembuluh-pembuluh darah villi, kemudian terjadi nekrosis pada stroma dan dinding villi serta pembukuan darah dalam ruang interviller.

Jenisnya : infark subkorial, pada plasenta marginata atau sirkumvalata.
infark noduler pada permukaan fetal, tidak ada arti klinis.
infark yang luas dan tebal dari kotelidon, bias terjadi gangguan nutrisi.

Kalsifikasi pada plasenta
Manifestasi proses penuaan dari plasenta, terjadi penimbunan garam-garam kalsium seperti kalsium karbonat, kalsium fosfat bercampur dengan magnesium fosfat pada permukaan basal dari plasenta.
Kalsifikasi terletak pada bagian atas desidua basalis.
Tidak mempunyai arti klinik, hanya dapat digunakan sebagai penentuan lokasi plasenta secara radiologik.

Tumor plasenta
Miksoma fibrosum, hemangioma, korioangioma, mola hidatidosa dan koriokarsinoma.

Disfungsi plasenta
Keadaan dimana plasenta, baik secara anatomik, maupun fisiologik tidak mampu untuk memberi makan dan oksigen kepada fetus, juga untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara normal.
Disebut juga insufisiensi plasenta. Dapat menyebabkan fetal dismaturity atau intra uterine growth retardation.
Terjadi biasanya pada kehamilan dengan resiko tinggi, seperti diabetes, hipertensi pada kehamilan, penyakit jantung, dan serotinus.
Pada kelompok ini perlu diadakan pemantauan janin dalam uterus dengan pemeriksaan estriol, HCG, HPL, USG, stress test, NST , kardiotokografi dan lain-lain.


PENYAKIT SERTA KELAINAN TALI PUSAT.

Kelainan insersi tali pusat.
Normal plasenta berinsersi di bagian sentral atau parasentral.
Bila insersi di bagian marginal : plasenta battledore.
Insersi velamentosa, bila tali pusat tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput amnion, sehingga pembuluh darah umbilicus berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta.
Kalau pembuluh darah tersebut berjalan melalui pembukaan serviks, disebut vasa previa.

Kelainan-kelainan lain tali pusat.
Panjang rata-rata tali pusat 55 cm. Terdapat 2 arteri dan 1 vena.
Untuk kelahiran anak, panjang tali pusat harus lebih dari 32 cm, bilaletak plasenta di fundus. Pendeknya tali pusat bias bersifat mutlak atau nisbi.
Tali pusat yang pendek dapat menyebabkan kelambatan kala II, hernia umbilikalis, ruptura tali pusat, inversion uteri dan solusio plasenta.
Tali pusat yang terlalu panjang juga dapat berbahaya, karena dapat menyebebkan lilitan tali pusat, tali pusat menumbung atau simpul benar.

Simpul tali pusat ada 2 jenis :
1. Simpul benar yang terjadi karena gerak anak yang aktif.
2. Simpul palsu yang terjadi karena pembuluh darah umbilicus, terutama vena, lebih
panjang dari tali pusatnya sendiri, sehingga terpaksa berkelok-kelok.


KELAINAN PADA AMNION

Normal banyaknya air ketuban sekitar 1000 cc, untuk kemudian menurun lagi setelah minggu ke 38 sehingga akhirnya tinggal beberapa ratus cc saja.

Hidramnion
Keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc.
Bisa terjadi akut atau kronis.
Insiden 1 : 62 dan 1 : 754.
Terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya.
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, disamping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan otak pada anensefalus.
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Cara pengeluaran dengan ditela oleh janin, diabsorpsi oleh usus, kemudaian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu.
Gangguan ekskresi terjadi pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta.
Disangka bahwa prolaktin mempunyai peran dalam pengontrolan volume air ketuban.
Gejala hidramnion terjadi semata-mata karena factor mekanik sebagai akibat penekanan uterus yang besar pada organ sekitarnya.
Hidramnion akut biasanya terjadi pada trimester kedua dan kehamilan sering berakhir pada kehamilan 28 minggu.
Hidramnion kronis terjadi perlahan-lahan dan pada kehamilan yang lebih tua.

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan uterus yang lebih besar dari tua kehamilan, bagian dan detak jantung janin sukar ditentukan. Lakukan pemeriksaan radiologik dan ultrasonografi.

Hidramnion harus dianggap sebagai kehamilan dengan resiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan anak. Pada ibu dapat menyebabkan solusio plasenta, inertia uteri, dan perdarahan post partum. Prognosis anak kurang baik karena adanya kelainan congenital, prematuritas, prolaps funikuli dan lain-lain.

Hidramnion yang ringan tidak perlu dapat pengobatan khusus, cukup dengan sedative dan diet pantang garam.
Bila keluhan terlalu hebat dapat dlakukan amniosentesis..

Oligohidramnion.
Bila banyaknya air ketuban kurang dari 500 cc.
Biasanya cairan kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan.
Diduga ada kaitannya dengan renal agenesis janin.
Kalau terjadi pada kehamilan muda akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, seperti deformitas dan amputasi ekstremitas.
Uterus tampak lebih kecil, dan detak jantung sudah terdengar lebih dini dan jelas.
Karena kurangnya cairan maka pergerakan anak akan menyulitkan si ibu.
Prognosis untuk janin tidak begitu baik.

Bagaimana Cara Memilih Alat KB?


* Bila Lupa Minum Pil KB
* Pil KB Dosis Rendah Stabilkan Hormon
* Seks Aman, Hidup Pun Nyaman

KOMPAS.com - Sebaiknya sebelum melahirkan, seorang wanita sudah mempersiapkan kapan dan metode kontrasepsi apa yang diinginkan. Para ahli menganjurkan akhir masa nifas seorang ibu yang habis melahirkan sudah memilih metode KB yang akan digunakannya.

Ada beberapa cara ber-KB yang bisa dipilih:

- Menyusui, memiliki efek kontrasepsi 98 persen sampai dengan 6 bulan. Saat datangnya haid, perencanaan KB sudah harus dimulai.

- IUD dapat digunakan pada wanita yang lebih tua, berpengalaman, serta familiar dengan teknik ini.

- Pada wanita yang tidak menyusui pilihan pil kombinasi dapat diberikan 2-3 mg postpartum dengan angka kegagalan 0,5 dalam 100 orang per tahun. Pada ibu menyusui dapt diberikan pil yang hanya mengandung progestin karena tidak menekan produksi air susu.

- KB suntik dapat diberikan setiap 3 bulan pada ibu menyusui dengan efikasi > 99 persen, pada yang tidak memiliki kelainan darah (tromboembolism).

- Implan dapat diberikan 6 minggu pertama pasca melahirkan pada ibu yang menyusui.

- Sterilisasi tuba bisa dilakukan 24-48 jam pasca melahirkan pada persalinan tanpa komplikasi dan bayi diyakinkan sehat. Sterilisasi berencana bisa dilakukan pada 6-8 minggu postpartum pada pasangan yang benar-benar yakin dan bayi dalam keadaan sehat.