Rabu, 02 Juni 2010

Ketuban Pecah Dini

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.


Gambar 1. Ketuban Pecah


Penyebab

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis


Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim

Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.

Komplikasi KPD

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.




Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar

Penanganan Ketuban Pecah di Rumah

1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri

Terapi

Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit. Dokter kandungan akan mendiskusikan rencana terapi yang akan dilakukan, dan hal tersebut tergantung dari berapa usia kehamilan dan tanda-tanda infeksi yang terjadi. Risiko kelahiran bayi prematur adalah risiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan diambil.

Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah apabila kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi maka semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan sebenarnya belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian oksitosin (perangsang kontraksi) dalam 6 hingga 24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika memang sudah masuk tanggal persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk memberi induksi pada ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi.

Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan) menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru janin sudah matang atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi untuk melahirkan mungkin diperlukan.

Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan kontroversi dalam KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak adanya risiko peningkatan terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna untuk mematangkan paru janin, mengurangi risiko sindrom distress pernapasan pada janin, serta perdarahan pada otak.

Penggunaan antibiotik pada kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama adalah penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah kejadian KPD preterm. Dan yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD dapat disebabkan oleh infeksi dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi. Keuntungan didapatkan pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan antibiotik yaitu, proses kelahiran diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya kejadian korioamnionitis serta sepsis neonatal (infeksi pada bayi baru lahir).

Pencegahan

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga dianjurkan.

Selasa, 01 Juni 2010

Perdarahan Antepartum

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).

Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.

Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).

Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).

Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.

Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri).

Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.

Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta previa.

Maternal tingkat kematian yang sekunder ke plasenta previa kira-kira 0.03%. Bayi wanita-wanita sudah takdir dengan plasenta previa [tuju/ cenderung] untuk menimbang kurang dari bayi wanita-wanita sudah takdir tanpa plasenta previa. Resiko neonatal [dapat mati/angka kematian] adalah yang lebih tinggi untuk plasenta previa bayi (me)lawan kehamilan tanpa plasenta previa.

Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.

Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).

Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

II.1. Definisi

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998).

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.

Perdarahan antepartum dapat berasal dari :

a. Kelainan plasenta

1. Plasenta previa

Definisi

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.

2. Solusio plasenta (Abruptio Placenta)

Definisi

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga.


3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.


























b. Bukan dari kelainan plasenta

Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan yang tampak ialah :

- erosio portionis uteri

- carcinoma portionis uteri

- polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.

Disini penulis hanya akan membahas perdarahan antepartum yang bersumber dari kelainan plasenta yaitu tentang plasenta previa dan solusio plasenta dan pemeriksaan penunjang ultrasonography untuk mendukung diagnosa. Perlu diketahui kematian perinatal terbesar karena perdarahan antepartum adalah solutio plasenta (70%) dan
plasenta previa (26,3%).















A. Placenta Normal

B. Placenta Previa

C. Placenta Akreta

D. Solusio Plasenta

II.2. Klasifikasi

Klasifikasi Plasenta Previa

Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :

· Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


















· Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


















· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan


















· Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir . Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Klasifikasi Solusio Plasenta

· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya

· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas

· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.

· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.

· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.






Secara klinis berdasarkan derajat terlepasnya plasenta dan tanda klinik yang menyertainya, solusio plasenta dibagi :

· Solusio plasenta ringan

· Solusio plasenta sedang

· Solusio plasenta berat

II.3. Etiologi

1. Plasenta Previa

Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teari dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.

1. Endometrium yang inferior

2. Chorion leave yang persisten

3. Korpus luteum yang bereaksi lambat

Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah Vili Khorialis persisten pada desidua kapsularis.

Faktor-faktor Etiologi :

1. Umur dan Paritas

· Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun

· Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah

Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).

2. Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda

3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta.

4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

5. Kehamilan janin kembar,.

6. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium

7. Kadang-kadang pada malnutrisi.

8. Riwayat perokok.

2. Solusio Plasenta

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:

Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, Spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :

1. Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulo nefritis kronika, dan hipertensi esensial.

Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.

2. Faktor trauma:

- Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli

- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.

3. Faktor paritas.

Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi.

4. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.

5. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

II.4. Diagnosis dan Gejala Klinis

Plasenta Previa

1. Anamnesis

- Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)

- Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang

2. Inspeksi/inspekulo

- Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)

- Tampak anemis

3. Palpasi abdomen

- Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah

- Sering dijumpai kesalahan letak janin

- Bagian terbawah janin belum turun

4. Pemeriksaan USG

- Evaluasi letak dan posisi plasenta.

- Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.

- Transabdominal ultrasonography

Suatu metode yang sederhana, akurat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta, teknik ini memiliki keakuratan hingga 93-98%. Pembiasan hasil dan positif palsu dapat terjadi pada kontraksi fokal uterus atau distensi vesika urinaria.

- Transvaginal ultrasonography

Studi terbaru menunjukkan bahwa metode transvaginal ultrasonografi lebih akurat dan aman dibanding metode transabdominal ultrasonografi. Suaru penelitian studi, 26% pasien telah yang didiagnosa dengan plasenta previa oleh metode transabdominal ultrasonografi dinyatakan salah setelah dicek ulang dengan transvaginal ultrasonografi.

Sudut antara probe transvaginal dan saluran cerviks diatur sedemikian rupa sehingga probe tidak sampai masuk ke dalam servik. Beberapa ahli menyatakan probe dimasukkan tidak lebih dari 3 cm untuk memberikan gambaran yang baik dari plasenta.

- Transperineal ultrasonography.

Transperineal ultrasonography merupakan metode alternatif. Terutama pada kasus-kasus kontraindikasi pemasukkan probe ke dalam kanal vagina. Tetapi pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi dan efisiensinnya.

- Magnetic resonance imaging (MRI.

MRI tetap merupakan cara yang aman dan paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk menentukan visualisasi plasenta akreta.

Solusio Plasenta

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan karakter.

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :

1. Anamnesis

· Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

· Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).

· Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

· Pucat, sianosis, keringat dingin.

· Kelihatan darah keluar pervaginam.

3. Palpasi

· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.

· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.

· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini.

Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.

Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan laboratorium

· Urin

albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

· Darah

Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).

9. Pemeriksaan plasenta

· Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

II.5 Penatalaksanaan

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam dirumah penderita atau ditempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malah akan menambah perdarahan karena sentuhan pada servik waktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam shock, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih memudahkan transfusi darah, bila sewaktu-waktu diperlukan.

Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera diberikan walaupun perdarahanya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan kecocokan dengan donornya harus segera dilakukan.

Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan.

Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas. Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan calon donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih, bagian bawah janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita preeklampsia.

Penanganan Plasenta Previa

1. Penanganan Pasif

· Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rektal maupun vaginal.

· Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37 minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.

· Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.

· Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfusi darah.

· Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah darah

2. Cara persalinan

Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :

· Jenis plasenta previa

· Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang

· Keadaan umum ibu hamil

· Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal

· Pembukaan jalan lahir

· Paritas atau jumlah anak hidup

Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan yaitu:

· Persalinan pervaginam

1. Amniotomi

Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam.

Indikasi :

- Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada pembukaan

- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih

- Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.

2. Memasang Cunam Willet Gausz

cara :

- kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gausz

- cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol.

- Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti

3. Versi Braxton-Hicks

Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol dan diberi beban 50-100 gram (1 batu bata)

4. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz

Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan yang banyak.Menembus plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa totalis

5. Metreurynter

Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai lagi.

· Persalinan perabdominal dengan SC

Indikasi :

a. Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal

b. Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.

c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.

d. plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang

Penanganan Solusio Plasenta

1. Terapi konservatif (ekspektatif)

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu/mengawasi kita berikan:

− Suntikan morfin subkutan

− Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.

− Tranfusi darah.

Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.

Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.

Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.

2. Terapi aktif

Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif dan obstetrik.

Langkah-langkah:

a. Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.

Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:

• Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.

• Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarahan yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau dibiarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterin dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.

b. Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.

c. Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embriotomi.

d. Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:

− Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.

− Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil.

− Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.

e. Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah tau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.

f. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.

g. Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.

II.6. Komplikasi

Plasenta Previa

1. Prolaps tali pusat

2. Prolaps plasenta

3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kuretase

4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan

5. Perdarahan post partum

6. Infeksi karena perdarahan yang banyak

7. Bayi prematur atau lahir mati

Solusio Plasenta

a. Langsung (immediate)

− Perdarahan

− Infeksi

− Emboli dan syok obstetrik

b. Komplikasi tidak langsung (delayed)

− Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum.

− a/hipofibrinogenemia dengan perdarahan post partum

− Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia

− kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain

II.7. Prognosis

Plasenta previa

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.

Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan.kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan atau tindakan.

Solusio Plasenta

· Terhadap ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.

· Terhadap anak

Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.

· Terhadap kehamilan berikutnya

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.

KESIMPULAN

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.

2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.

3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.



DAFTAR PUSTAKA

1. Mauldin. 1994. Maternal Mortality in Developing Countries a Comparison of rates from Two International Compendia, Population and Development Reviews. Jakarta ; Medika. 20(2): 413-421

2. Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269-287. Jakarta ; EGC.

3. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-YBPSP.

4. Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum, Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.

5. Sarwono Prawirohardjo. 2002. Perdarahan Antepartum, Ultrasonografi dalam obstetri, Ilmu kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.

6. Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition. USA: McGraw-Hill. 2001.

7. Patrick Ko, MD. 2005. Placenta Previa. E-medicine world medical library. www.emedicine.com

8. Shad H Deering, MD. 2005. Abruption Placenta. E-medicine world medical library. www.emedicine.com

perbedaan placenta previa & solusio plasenta pada PERDARAHAN ANTEPARTUM

I. Definisi
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih
II. Klasifikasi
Klasifikasi penyebab perdarahan antepartum antara lain yaitu :
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)
III. Perbedaan antara solutio plasenta dan plasenta previa
a).Ciri-ciri plasenta previa :
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
b).Ciri-ciri solusio plasenta :
1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
12. Tidak berhubungan dengan presentasi
IV. Pengelolaan
a). plasenta previa
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.
ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dgn rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 mnt)
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik untuk mengatasi anemia dan tokolitik
- Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.
Indikasi persalinan pervaginam
-plasenta previa marginalis
-plasenta previa letak rendah
-plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm/lebih.
Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar
Indikasi melakukan seksio sesar :
- Plasenta previa totalis
- plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4>
- Perdarahan banyak tanpa henti.
- Presentase abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin
b).solutio plasenta
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirujuk ke spesialis karena memerlukan monitoring yang lengkap baik dalam kehamilan maupun persalinan
1.Bila umur kehamilan <37 solusio plasenta ringan,terapi konservatif
2.Bila umur kehamilan <37 solusio plasenta sedang dan berat/ringan yg memburuk,persalinan pervaginam bila persalinan diperkirakan <6 jam
3.Bila umur kehamilan >37 minggu/TBF 2500 g seksio sesar diindikasikan jika persalinan pervagina diperkirakan berlangsung lama baik pada solusio plasenta ringan, sedang maupun berat.
4.Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi darah atau resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum tindakan obstetri. Ketuban dapat segera dipecah tanpa memperdulikan apakah persalinan pervagina atau perabdominal untuk mengurangi regangan uterus



A. Placenta Normal

B. Placenta Previa

C. Placenta Akreta

D. Solusio Plasenta

KESIMPULAN

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.

2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.

3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.